Rabu, 7 Juni 2023

Bom Bandung : Persaingan ISIS dan Al Qaeda

- Minggu, 11 Desember 2022 | 23:37 WIB
Mush'ab Muqoddas bersama Mantan Grand Mufti Mesir Prof. Ali Jum'ah (mushab  muqoddas)
Mush'ab Muqoddas bersama Mantan Grand Mufti Mesir Prof. Ali Jum'ah (mushab muqoddas)

 

Mush’ab Muqoddas Eka Purnomo, Lc (kiri)

Pengamat Terorisme di Timur Tengah 

Selasa pagi, 7 Desember 2022, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan ledakan bom setelah serangan bom bunuh diri Makassar yang menggemparkan Indonesia pada Maret 2021 lalu. Lebih dati satu tahun, tidak ada ledakan bom di pemberitaan yang kita dengar. Bahkan, yang sering kita dengar adalah pemberitaan penangkapan para pelaku yang terlibat terorisme, termasuk pendanaan terorisme.

Bandung merupakan salah satu destinasi wisata, terutamanya bagi warga Jakarta, yang jenuh dengan pekerjaannya. Setiap akhir pekan banyak mobil dari Jakarta memadati Bandung, baik kafe-kafe di pinggiran Bandung atau pusat kota Bandung, termasuk di kawasan kecamatan Astana Anyar.

Secara geografis, Bandung merupakan salah satu wilayah yang sangat strategis karena terlindungi oleh benteng alam, yang dikelilingi oleh pegunungan. Gunung Burangrang terletak di sebelah barat Bandung. Gunung Bukit Tunggul berada di sebelah utara Bandung. Sebelah selatan Bandung terdapat 3 (tiga) gunung yaitu Gunung Tambakruyung, Gunung Patuha dan Gunung Kendang. Adapun di sebelah timur terdapat Gunung Manglayang dan Gunung Mandalawangi. Maka dari itu, pada saat agresi militer oleh Belanda, kota Bandung dibakar sebagai bagian dari taktik gerilya, agar tidak dikuasai oleh pasukan penjajah.

Nilai Historis Bandung bagi Kaum Islamis

Dalam catatan sejarah, kawasan selatan Jawa Barat dapat dikatakan mewarisi dosa para pemimpin republican yang karena perjanjian dengan Belanda, wilayah provinsi Jawa Barat menjadi kekuasaan Belanda pada tahun 1947, sehingga dimanfaatkan oleh kelompok Darul Islam bentukan Kartosuwiryo untuk mempropagandakan kepentingannya, dan menjadi salah satu basis dari Darul Islam (DI), kelompok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) dengan membentuk Tentara Islam Indoensia (TII) dan menerapkan Syariat Islam sesuai pemahaman mereka di Indonesia. Pada tahun 1949, muncul serangan atas Makodam Siliwangi yang dilakukan oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), yang merupakan salah satu sayap DI/ TII dengan dibiayai oleh Tentara NICA Belanda untuk mengganggu eksistensi Republik Indonesia dengan teror kepada masyarakat.

DI/TII hanya memahami Syariat Islam sebagai hudud jinayat. Sehingga, penegakan Syariat Islam bagi DI/TII adlaah penerapan hukuman seperti rajam, cambuk dan pemenggalan kepala. Pemahaman tersebut sampai saat ini masih dan terus diwacanakan oleh DI/TII. Pemahaman tersebut juga mendorong anggota DI/TII dan kemudian keturunannya beserta para pengikutnya bergabung dengan organisasi-organisasi islamis ideologis trans-nasional seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir, serta Jama’ah Islamiyah (JI).

Ideologi dan pemahaman Ikhwanul Muslimin (IM) dan Hizbut Tahrir (HT) cukup berkembang di Bandung, khususnya di Masjid Salman kampus Institut Teknologi Bandung. Bahkan, Syiah juga berkembang di Bandung, akan tetapi tidak agresif seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Ideologi salafisme-wahhabisme juga berkembang di Bandung, dengan menangkat isu anti-Syiah, membentuk organisasi bernama ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) akan tetapi digunakan untuk menyerang siapapun yang berbeda dengan mereka.

Mereka yang bergabung dengan JI kemudian bergabung dengan Al Qaeda. Kemudian, dalam perjalanannya sel-sel teroris di Jawab Barat dan Banten (sering disebut Ring Banten) membentuk kelompok bernama Tauhid wal Jihad yang dipimpin oleh Aman Abdurrahman yang kemudian pada tahun 2013 bergabung ke ISIS. Sel-sel teroris ISIS terpecah menjadi Jama’ah Anshorud Daulah (JAD) maupun Jama’ah Anshorul Khilafah (JAK).

Hubungan ISIS dan JI di Indonesia

Dari sejarah Bandung dan kawasan selatan provinsi Jawa Barat dapat kita simpulkan merupakan basis kelompok-kelompok radikal tingkat lokal seperti DI/TII, ANNAS dan Front Pembela Islam (FPI). DI/TII yang tidak memiliki ideologi trans-nasional lebih dekat dengan JI (Al Qaeda) dan lebih bergerak di bawah tanah, selain karena faktor historis, keterlibatan sel-sel teroris DI/TII dalam Perang Afghanistan melawan Uni Soviet pada dekade 1980-an.

Berbeda dengan kelompok-kelompok trans-nasional seperti IM, HT, dan ISIS, termasuk juga Khilafatul Muslimin (KM), yang berkembang di kawasan utara provinsi Jawa Barat. Dapat dikatakan, hubungan antar organisasi-organisais radikal tersebut, berjalan dengan baik.

Hubungan sel-sel teroris ISIS dan para tokoh JI selama ini berjalan baik. Tidak terdapat saling serang bahkan saling serang antara sel-sel teroris ISIS dan para tokoh JI, baik di dalam ataupun di dalam penjara. Pada tahun 2014, para tokoh JI di Indonesia dan di Suriah, juga turut membantu memberikan fasilitas keberangkatan sel-sel teroris ISIS ke Suriah, termasuk di antaranya dari JAD ISIS Bandung, yang dikenal dengan Sel Bandung.

Halaman:

Editor: Mushab Muuqoddas

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Prahara di Mahkamah Agung

Minggu, 7 Mei 2023 | 20:49 WIB

Ganjar, Hadiah Idul Fitri?

Sabtu, 22 April 2023 | 08:13 WIB

Redupnya Adidaya Paman Sam

Minggu, 16 April 2023 | 12:54 WIB

Buya Syafii dan Mbah Moen

Jumat, 14 April 2023 | 12:42 WIB

Ida Dayak dan Cinta Tuhan

Rabu, 12 April 2023 | 13:05 WIB

Mengapa Israel Sangat Berpengaruh di Dunia

Selasa, 4 April 2023 | 07:34 WIB

Kesesatan Penegak Hukum Karena Takut Gaduh

Senin, 27 Maret 2023 | 08:42 WIB

Ekonomi Pancasila dari Perspektif Hankamnas

Jumat, 17 Maret 2023 | 14:23 WIB
X