Islam tidak menganjurkan demikian. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyebut adanya hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah).
Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan, dan tiap minggu.
Terkait siklus bulanan, Imam Al-Ghazali memasukkan bulan Sya’ban ke dalam kategori bulan-bulan utama (al-asyhur al-fadhilah) di samping Rajab, Dzulhijjah, dan Muharram. Ada hal yang istimewa dalam bulan Sya’ban.
Ia menjadi jembatan menuju bulan yang paling diagung-agungkan. Itulah sebabnya mengapa bulan ini dikatakan “sya’ban”.
Sya’ban yang berasal dari kata syi’ab bisa dimaknai sebagai jalan setapak menuju puncak.
Artinya, bulan Sya’ban adalah bulan persiapan yang disediakan oleh Allah untuk hambanya dalam menapaki, memantapkan diri, sebagai persiapan menyongsong bulan puncak bernama ‘Ramadhan’.
Jamaah shalat Jum’at hadâkumullah, Lantas, apa yang mesti dipersiapkan? Sudah lazim kita menyaksikan bahwa Ramadhan sebagai fenomena tahunan memberikan efek ekonomi dan peralihan budaya yang cukup signifikan.
Menjelang bulan puasa, kita jumpai pasar-pasar kian ramai, pusat-pusat perbelanjaan semakin menunjukkan gairahnya, hingga televisi pun menyesuaikan sajian tayangan kepada masyarakat yang mulai berubah semakin relijius. Untuk menghadapi ini semua, kita butuh persiapan. Tapi ini persiapan fisik dan material.
Karena Ramadhan memang membawa dampak material, juga bulan sesudahnya, yakni lebaran atau Syawal.
Akan tetapi, persiapan yang kita maksud sekarang adalah persiapan secara spiritual. Sebagai “jalan menuju puncak”, seyogianya Sya’ban menjadi momen bagi umat Islam untuk memperkuat mental, menata batin, dan membenahi perilaku untuk menyambut bulan puasa: puasa dari makan dan minum maupun puasa dari sikap untuk selalu menuruti ego pribadi.
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ذاَكَ شَهْرٌ يَغْفَلُ النّاسُ عَنْهُ يَعْنِي بَيْنَ رَجَب ورَمَضَان وَهُوَ شَهْرٌ تَرْفَعُ اْلأَعْمَالُ فِيْه إِلَى رَبّ العالمين فَأُحِبُّ أَنْ يَرْفَعَ عَمَلِيْ وأنا صَائِمٌ “
Bulan itu (Sya‘ban) adalah bulan yang dilupakan manusia, berada di antara Rajab dan Ramadhan. Dan ia adalah bulan diangkatnya amal ibadah kepada Tuhan Pemilik Semesta Alam, maka aku (Nabi Muhammad) suka amal ibadahku diangkat ketika aku berpuasa”. (HR. an-Nasa’i) Istri Baginda Nabi, ‘Aisyah radliyallahu ‘anha meriwayatkan,
“Hanya di bulan Ramadhan Nabi Muhammad berpuasa satu bulan penuh dan saya tidak melihat beliau sering puasa kecuali di bulan Sya’ban,” (HR Al-Bukhari).
Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Puasa yang disukai Nabi Muhammad SAW ialah puasa di bulan Sya’ban.”
Artikel Terkait
Khutbah Jumat 3 Maret 2023: Metafora Makna Sya’ban dan Ramadhan, Persiapan Raih Pengampunan
Khutbah Jumat Singkat 3 Maret 2023: Malam Nisfu Syaban dan Amalannya
Khutbah Jumat Singkat 3 Maret 2023, Tema: Keutamaan Menjalankan Puasa Syaban
Khutbah Jumat Singkat 10 Maret 2023: Marhaban Syaban, Pintu Gerbang Bulan Ramadhan
Teks Khutbah Jumat Berjudul 'Menyiapkan Rohani Sambut Ramadhan', Khatib Pemula Wajib Simak!